Jumat, 05 November 2010

Jauhi Kekerasan Dalam Rumah Tangga!

Pada MaPI yang lalu, telah dibahas penyebab kekerasan dalam rumah tangga, yaitu sikap nusyuz suami atau istri. Kemudian dikemukakan pula dua upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, yaitu agar suami sebagai qawwam mampu melihat sisi baik pasangan, menasihati dan memperingatkan nusyuz istri dengan penuh kasih sayang. Upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga lainnya adalah sebagai berikut.

Beri Kewajiban Nafkah Terbaik
Tak jarang kekerasan menjelma dalam bentuk tekanan secara ekonomi, maksudnya istri sulit memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga karena jumlah penghasilan suami (tetap atau tidak tetap) tidak pernah utuh sampai di tangan keluarga. Suami sama sekali tidak pernah mengajak istri memanage keuangan, banyak pengeluaran di belakang istri, kikir kepada istri, boros di luar sepengetahuan istri, atau berfoya-foya di luar istri.

Harus diakui bahwa kewajiban nafkah memang berasal dari suami, ?Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya. (Q.S. An-Nisa 2: 34), namun ini harus dicatat bahwa suami tidak serta-merta dapat semena-mena menjatah istri.

Seyogianya, suami yang bertakwa justu selalu berusaha mencukupi sekuat tenaga ekonomi keluarga, meliputi istri dan anak. Berusaha mencukupi pemberian sandang, pangan, dan papan yang terbaik yang dia mampu usahakan. Jangan sampai tega menyalurkan dana tanpa ada musyawarah, suka-suka sendiri mengatur keuangan, dengan maksud kikir, hitungan pada istri sendiri.

Ada contoh istri kesulitan untuk membiayai rumah tangganya disebabkan suami tidak transparan alias kikir pada keluarga yang menjadi tanggungannya. Aisyah berkata bahwa Hindun bintu Utbah pernah bertanya, ?Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah orang kikir, ia tidak mau memberi nafkah kepadaku dan anakku sehingga aku mengambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya.? Rasulullah bersabda, ?Ambillah apa yang mencukupi bagimu dan anakmu dengan cara yang baik.? (H.R. Bukhari dan Muslim). Digambarkan bahwa istri sampai terpaksa mengambil sendiri tanpa sepengetahuan suami, masih dapat dibolehkan Rasulullah saw., untuk mengatasi sekadar yang diperlukan.

Keterangan dalam dua hadis lain menegaskan bahwa istri merupakan amanat di hadapan Allah swt., amanat memberi makan dan pakaian yang terbaik. Dari Umar bin al-Ahwash al- Jasyimi r.a., sesungguhnya ia mendengar Rasulullah saw. bersabda, ?Bertakwalah kalian kepada Allah tentang istri karena kalian mengambil mereka dengan amanat Allah dan kalian halal bergaul dengan mereka dengan kalimat Allah dan kewajiban kalian kepada mereka adalah memberi makan dan pakaian dengan cara yang baik.? (H.R. Ibnu Majah)

Selanjutnya, dari Hakim bin Mu?awiyah dari bapaknya r.a. berkata kepada Rasulullah saw., ?Apakah kewajiban suami kepada istrinya?? Ia menjawab, ?Memberinya makan jika engkau makan, memberinya pakaian jika engkau berpakaian, dan janganlah memukul wajah, jangan menjelek-jelekkannya dan janganlah meninggalkannya (di waktu marah) kecuali masih dalam rumah.? (H.R. Ahmad)

Berkomunikasi
Setelah menikah, kecenderungan berkomunikasi straight to the point (langsung) tak jarang yang berbentuk kalimat perintah, berita, atau sekadar basa basi. Ini merupakan atmosfer tidak sehat yang mengarah pada kekerasan verbal dan nonverbal. Kekerasan verbal misal mengumbar kata cerai, memaki pasangan, mengeluarkan kata-kata yang menyakiti pasangan, atau kata-kata ancaman. Kekerasan nonverbal misalnya bahasa tubuh menjauh, memusuhi pasangan, dingin tidak melayani pasangan (kekerasan seksual), ringan tangan, jarang pulang, acuh, cuek, dan diam seribu bahasa. Seiring hati dan pikiran tidak tertuju pada pasangan, tidak diisi dengan rasa kangen, tidak cemburu (dayuts), masa bodoh, seperlunya, dan akhirnya nafsi-nafsi (masing-masing) seperti dua orang asing yang saling menjaga area agar tidak diintervensi. Padahal, seharusnya istri dan suami ibarat ladang yang saling menutupi kelebihan dan kekurangan masing-masing. (lihat Q.S. Al Baqarah 2: 223).

Wujud komunikasi yang terbaik secara nonverbal misalnya ungkapan belaian cinta-kasih sayang, penuh perhatian, sikap lembut, yang dibumbui dengan kata-kata verbal langsung penuh keikhlasan, berupa panggilan mesra, tatapan penuh gelora yang menembus dada, dan kata-kata rayuan sanjungan pada pasangan yang bisa membuat hati melayang,
sebagai pupuk rasa mawaddah (cinta pasca nikah) dan rahmah (kasih sayang).

Jangan heran jika banyak rumah tangga yang terasa hambar karena jarang, irit, dan pelit mengungakapkan rasa suka dan duka, ketakutan, harapan, dan cita-cita. Padahal, pasangan adalah orang yang semestinya paling awal menetahui msalah yang dihadapi pasangannya, bukan orang lain. Walaupun begitu, sikap overprotektif dan introvert tidak akan membawa manfaat dalam rumah tangga karena ada sisi ketidakpercayaaan pada pasangan atau masih ada dusta dan sisi gelap yang tidak ingin diketahui pasangan.

Komunikasi yang sehat dibangun berlandaskan kejujuran: tak ada dusta, tak ada pengkhianatan, mengingatkan sebatas amar ma?ruf nahyi mungkar. Selebihnya, tawakal dan menyerahkan semua pada Allah swt. sebagai penggenggam hati makhluk-Nya.
Dari Aisyah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, ?Yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada istrinya, dan aku orang yang paling baik kepada istri-istriku.? (H.R. Ibnu Majah). Terbukti, Rasulullah saw. amat hafal bahasa tubuh pasangannya, memanjakan dengan pangilan mesra, membantu pekerjaan pasangan, transparan dengan siapa beliau berkawan, selalu ingin didampingi istri, mengajak serta mengayuh biduk rumah tangga, ibadah, dan dakwah.

Akhirnya marilah kita renungkan keterangan Rasulullah saw. yang mengingatkan pada pria (suami) bahwa wanita (istri) diperlakukan dengan lembut, ? Berwasiatlah kepada wanita dengan baik karena wanita itu diciptakan dari tulang rusuk dan sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atasnya. Jika engkau paksa meluruskannya pasti engkau akan mematahkannya, tapi jika engkau membiarkannya tentu akan tetap bengkok, berwasiatlah kepada wanita dengan baik.? (H.R. Bukhari) Wallahu a?lam

http://www.percikaniman.org/materi_majalah.php?cPub=Hits&cEdisi=7/2006&cID=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar